JAKARTA - Sebagai salah satu kelanjutan UU ASN pada
tanggal 16 September 2015 Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah
Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi
Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Dalam ketentuan umum PP itu disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian, dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangundangan.
Adapun Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK adalah
perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berupa
perawatan, santunan, dan tunjangan cacat. Sementara Jaminan Kematian atau JKM
adalah perlindungan atas risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja berupa
santunan kematian.
Menurut PP ini Pemberi Kerja (penyelenggara negara
yang mempekerjakan Pegawai ASN pada Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah)
wajib memberikan perlindungan berupa JKK dan JKM kepada Peserta (Pegawai ASN
yang menerima Gaji yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kecuali Pegawai ASN di lingkungan
Kementerian Pertahanan dan Pegawai ASN di lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia).
“Kewajiban Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada
meliputi pendaftaran Peserta dan pembayaran Iuran,” bunyi Pasal 3 ayat (2) PP
tersebut.
Kepesertaan untuk Peserta sebagaimana dimaksud dimulai sejak tanggal pengangkatan dan
Gajinya dibayarkan, dan berakhir apabila Peserta:
a. Diberhentikan sebagai PNS; atau
b. Diputus hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK.
“Peserta sebagaimana dimaksud merupakan Peserta JKK
dan JKM yang dikelola oleh PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
(Persero),” bunyi Pasal 7 PP tersebut.
Manfaat JKK menurut PP ini meliputi:
a. Perawatan;
b. Santunan;
dan
c. Tunjangan
cacat.
Perawatan sebagaimana dimaksud dalam PP tersebut
diberikan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:
- pemeriksaan dasar dan penunjang;
- perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
- rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang setara;
- perawatan intensif;
- penunjang diagnostik;
- pengobatan;
- pelayanan khusus;
- alat kesehatan dan implant;
- jasa dokter/medis;
- operasi;
- transfusi darah; dan/atau
- rehabilitasi medik.
“Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan sampai dengan Peserta sembuh, dan dilakukan pada rumah sakit
Pemerintah, rumah sakit swasta, atau fasilitas perawatan terdekat,” bunyi Pasal
11 ayat (2) PP tersebut.
Dalam hal perawatan sebagaimana dimaksud tidak
dapat dipenuhi, PP ini menegaskan, Peserta dapat diberikan perawatan pada rumah
sakit lain dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
PP ini menegaskan, dalam hal peserta yang
didiagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat keterangan dokter
berhak atas manfaat JKK meskipun telah diberhentikan dengan hormat sebagai PNS
dengan hak pensiun atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai
PPPK.
“Hak atas manfaat JKK sebagaimana dimaksud
diberikan apabila Penyakit Akibat Kerja timbul dalam jangka waktu paling lama 5
(lima tahun) terhitung sejak tanggal diberhentikan dengan hormat sebagai PNS
dengan hak pensiun atau diputus hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai
PPPK,” bunyi Pasal 12 ayat (2) PP Nomor 70 Tahun 2015 itu.
Adapun santunan yang diberikan meliputi:
- penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami kecelakaan kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumah Peserta, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;
- santunan sementara akibat kecelakaan kerja;
- santunan cacat sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi, dan cacat total tetap;
- penggantian biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja;
- penggantian biaya gigi tiruan;
- santunan kematian kerja;
- uang duka tewas;
- biaya pemakaman; dan/atau
- bantuan beasiswa.
Adapun uang duka tewas diberikan kepada ahli waris
Peserta yang tewas, sebesar 6 (enam) kali Gaji terakhir yang dibayarkan 1
(satu) kali. Biaya pemakaman diberikan oleh Pengelola Program sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan dibayarkan 1 (satu) kali.
Sementara bantuan beasiswa diberikan kepada Anak
dari Peserta yang tewas dengan ketentuan:
- bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di sekolah tingkat dasar diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp45.000.000,00;
- bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di sekolah lanjutan tingkat pertama diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp35.000.000,00;
- bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di sekolah lanjutan tingkat atas diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp25.000.000,00; atau
- bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di pendidikan tingkat diploma, sarjana, atau setingkat diberikan bantuan beasiswa sebesar Rp15.000.000,00.
Menurut PP ini, Iuran JKK (Jaminan Kecelakaan
Kerja) ditanggung oleh Pemberi Kerja, sebesar 0,24% (nol koma dua puluh empat
persen) dari Gaji Peserta setiap bulan, yang dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pembayaran Iuran JKK dan JKM berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 ini dilakukan terhitung mulai bulan Juli 2015.
Sementara manfaat JKK dan JKM berdasarkan Peraturan Pemerintah ini diberikan
terhitung mulai tanggal 1 Juli 2015.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Juli 2015,” bunyi Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2014
yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal
17 September 2015.
Sumber : Menpan
Sumber : Menpan
0 komentar:
Posting Komentar